Friday, March 29, 2013

Badan keuangan Syariah Leasing



PENDAHULUAN
            Lahirnya Keputusan Presiden (Keppres) No. 61 Tahun 1988, merupakan hal yang sangat penting dalam bidang hukum ekonomi. Melaui Keppres itulah perusahaan pembiayaan Indonesia mempunyai pijakan hukum.
            Yang dimaksud dengan perusahaan pembiayaan adalah perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam kegiatan pembiayaan disamping perbankan dan lembaga keuangan bukan bank (LKBB), yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat (Keppres 61/1988 pasal 1 ayat (2)).
            Salah satu lembaga pembiayaan tersebut adalah leasing. Dimana hal tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk mempermudah memenuhi kebutuhan mereka. Kehadiran leasing di Indonesia secara formal diperkenalkan pada tahun 1974, yakni dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor KEP 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/Sk/1974 dan Nomor 30/kbp/1/1974 tentang Perizinan Usaha Leasing.[1]
            Dalam hukum Islam segala sesuatu harus mempunyai dasar hukum dan sandaran hukum yang jelas dan kuat agar dapat diketahui bagaimana hukumnya jika diterapkan dalam kehidupan guna memenuhi kemaslahatan. Oleh sebab itu pada bab ini akan dijelaskan tentang leasing disertai bagaimana hukumnya dalam Islam.
Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian leasing?
2.      Apa dasar hukum leasing?
3.      Apa saja yang mejadi landasan hukum leasing di Indonesia?
4.      Siapa pihak-pihak yang terlibat dalam leasing?
5.      Bagaimana tahap mekanisme leasing?
6.      Apa tehnik dan jenis-jenis perusahaan leasing?

7.       
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Leasing
     Leasing berasal dari bahasa Inggris, yaitu Lease yang berarti menyewakan.[2] Dalam bahasa Indonesia leasing sering diistilahkan dengan sewa guna usaha.[3] Menurut Keppres No. 61 tahun 1988 tentang Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing Company) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.[4]
     Pengertian leasing menurut SKB Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan dan Industri Republik Indonesia No. KEP- 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/KPB/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 adalah: ”Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang telah disepakati bersama”.[5]
     Perjanjian sewa guna usaha (leasing) dapat dijalankan dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah. Menurut keputusan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Departemen Keuangan (Bapepam-LK) Nomor: PER-03/BL/2007 yang menyatakan:
“Sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) utnuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran sesuai dengan Prinsip Syariah (pasal 1 angka 9).”[6]
     Kegiatan pembiayaan Sewa Guna Usaha (Leasing) berdasarkan prinsip syariah dilakukan berdasarkan akad Ijarah dan Ijarah Muntahiyah bi at-Tamlik.[7]
a.       Ijarah dalam pembiayaan Sewa Guna Usaha adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa diikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri.
b.      Ijarah Muntahiyah bi at-Tamlik adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) antara Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) disertai opsi pemindahan hak milik atas barang yang disewa kepada penyewa setelah selesai masa sewa.
B.     Dasar Hukum
Dalil al-Qur’an
     Karena leasing didasarkan pada akad Ijarah maka dasar hukum yang digunakan adalah Ijarah.
Dasar Hukum Ijarah yaitu QS. al-Baqarah: 233 yaitu:
وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلادَكُمْ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. [8]
QS. at-Thalaq ayat 6:
÷bÎ*sù z`÷è|Êör& ö/ä3s9 £`èdqè?$t«sù £`èduqã_é& ( ÇÏÈ  
“Jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya.”
QS. al-Qashash ayat 26:
ôMs9$s% $yJßg1y÷nÎ) ÏMt/r'¯»tƒ çnöÉfø«tGó$# ( žcÎ) uŽöyz Ç`tB |Nöyfø«tGó$# Èqs)ø9$# ßûüÏBF{$#  
Artinya: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".

Dalil al-Hadith
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
اِحْتَجِمْ وَاعْطِ الحُجَّامَ أُجْرَهُ
Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)[9]

C.    Landasan Hukum Leasing di Indonesia
a.       Surat Keputusan Bersama No. 122/MK/IV/2/1974 tanggal 7 februari 1974 tentang perijinan usaha leasing.
b.      Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep.649/MK/IV/5/1974 tanggal 6 mei 1974 tantang perijinan usaha leasing.
c.       Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep.650/MK/IV/6/1974 tanggal 6 mei 1974 tentang penegasan ketentuan pajak penjualan dan besarnya bea materai terhadap usaha leasing.
d.      Surat edaran Dit.Jen.Moneter No.Peng.307/DJM/III.1/7/1974 tanggal 8 juli 1974 tentang:
1.       Tata cara perizinan
2.       Pembatasan usaha.
3.       Pembukuan.
4.       Tingkat suku bunga.
5.       Perpajakan.
6.       Pengawasan dan pembinaan.
e.       Surat Dit.Jen.Pajak No. D. 15.4/II/8/34-3/1976 tanggal 23 desember 1976 tentang ketentuan PPS dan PBDR.[10]

D.    Pihak Pihak yang Terlibat dalam Leasing
     Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam Leasing sesuai dengan KMK  No.  1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah:
1.      Lessor, yaitu perusahaan leasing yang membiayai keinginan para nasabahnya untuk memperoleh barang-barang modal.
2.      Lesse, yaitu nasabah yang mengajukan permohonan leasing kepada lessor untuk memperoleh barang modal yang diinginkan.
3.      Supplier, yaitu pedagang yang menyediakan barang yang akan dileasing sesuai perjanjian antara lessor dengan lessee dan dalam hal ini supplier juga apat bertindak sebagai lessor.[11]
E.     Mekanisme Leasing

Keterangan :
1.      Lessee menghubungi supplier untuk pemilihan dan penentuan jenis barang, spesifikasi, harga, jangka waktu pengiriman, jaminan purnajual atas barang yang akan di-lease.
2.      Lessee melakukan negosiasi dengan lessor mengenai kebutuhan pembiayaan barang modal.
3.      Lessor mengirimkan letter of offer atau commitment letter kepada lessee.
4.      Penandatanganan kontrak leasing.
5.      Pengiriman order beli kepada supplier.
6.      Pengiriman barang dan pengecekan barang oleh lessee sesuai pesanan.
7.      Penyerahan dokumen oleh supplier.
8.      Pembayaran oleh lessor kepada supplier.
9.      Pembayaran angsuran (lease payment) secara berkala oleh lessee kepada lessor selama masa sewa guna usaha yang seluruhnya mencakup pengembalian jumlah yang dibiayai serta bunganya.[12]

F.     Tehnik dan Jenis-Jenis Perusahaan Leasing
Kegiatan kegiatan yang dilakukan antara satu perusahaan dengan perusahaan leasing lainnya dapat berbeda. Di dalam KMK No. 1169/KMK.01/1991, kegiatan leasing dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1.      Sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease)
Menurut KMK No. 1251/ KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, Finance Lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha, dimana Penyewa Guna Usaha pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama.[13]
Kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut :
a.       Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor;
b.      Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan;
c.       Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
2.      Sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease)
KMK No. 1251/ KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, Operating Lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha dimana Penyewa Guna Usaha tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha.
 Kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai sewa guna usaha tanpa hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut :
a.     Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang disewa guna usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor;
b.     Perjanjian sewa guna usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.[14]
Jenis-jenis perusahaan Leasing dalam menjalankan tugasnya dibagi menjadi tiga:[15]
1.      Independent Leasing Company
Leasing jenis ini berdiri sendiri dari pihak manapun. (contoh:bank)Bank dalam hal ini dapat memberikan pembiayaan kepada Lessee, Lessor maupun kepada supplier (vendor program).


2.      Captive Lessor
Yaitu apabila supplier mendirikan perusahaan Leasing dengan tujuan meningkatkan penjualan. Jenis ini sering  disebut Two Party Lessor, dimana pihak pertama adalah perusahaan induk dan anak perusahaan  leasing, sedang pihak kedua adalah Lessee.





3.      Lessee Broker (Packager)
Berfungsi mempertemukan calon Lessee dengan pihak Lessor serta memberi jasa lainnya yang dibutuhkan dalam  suatu transaksi  leasing.


KESIMPULAN
1.      Pengertian  Leasing menurut bahasa berarti menyewakan. Sedangkan menurut istilah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) utnuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu.
2.      Dasar  hukum leasing yaitu QS. al-Baqarah: 233, QS. at-Thalaq ayat 6, dan QS. al-Qashash: 26.
3.      Pihak-pihak yang terlibat dalam Leasing yaitu Lessor, Lessee dan Supplier.
4.      Landasan Hukum Leasing  di Indonesia adalah Surat Keputusan Bersama No. 122/MK/IV/2/1974 tanggal 7 februari 1974 tentang perijinan usaha leasing, Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep.649/MK/IV/5/1974 tanggal 6 mei 1974 tantang perijinan usaha leasing, Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep.650/MK/IV/6/1974 tanggal 6 mei 1974 tentang penegasan ketentuan pajak penjualan dan besarnya bea materai terhadap usaha leasing, Surat edaran Dit.Jen.Moneter No.Peng.307/DJM/III.1/7/1974 tanggal 8 juli 1974 tentang: Tata cara perizinan; Pembatasan usaha; Pembukuan; Tingkat suku bunga; Perpajakan; Pengawasan dan pembinaan, dan Surat Dit.Jen.Pajak No. D. 15.4/II/8/34-3/1976 tanggal 23 desember 1976 tentang ketentuan PPS dan PBDR.
5.      Tahap mekanisme Leasing yaitu Lessee menghubungi supplier untuk pemilihan dan penentuan jenis barang, spesifikasi, harga, jangka waktu pengiriman, jaminan purnajual atas barang yang akan di-lease; Lessee melakukan negosiasi dengan lessor mengenai kebutuhan pembiayaan barang modal; Lessor mengirimkan letter of offer atau commitment letter kepada lessee; Penandatanganan kontrak leasing; Pengiriman order beli kepada supplier; Pengiriman barang dan pengecekan barang oleh lessee sesuai pesanan; Penyerahan dokumen oleh supplier; Pembayaran oleh lessor kepada supplier; tahap terakhir yaitu Pembayaran angsuran (lease payment) secara berkala oleh lessee kepada lessor selama masa sewa guna usaha yang seluruhnya mencakup pengembalian jumlah yang dibiayai serta bunganya.
6.      Tehnik kegiatan leasing dibedakan menjadi dua yaitu dengan hak opsi (finance lease) dan tanpa hak opsi (operating lease), sedangkan untuk jenis-jenis perusahaan leasing dibagi menjadi tiga yaitu Independent Leasing Company, Captive Lessor, dan Lessee Broker (Packager).



DAFTAR PUSTAKA
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.

Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Raja Grafindo Persada,   2001.

KMK No. 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing).

KMK No. 1251/ KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan    Lembaga Pembiayaan .

Lubis, Suhrawardi K. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafik, 2000.

S, Burhanuddin. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Graha   Ilmu, 2010.

Zulkifli, Sunarto. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta: Zikrul    Hakim, 2003.

http://afand.abatasa.com/post/detail/2656/leasing-sewa-guna-usaha--pengertian.     Diakses pada 4 Maret 2013 pukul 17.10 WIB.

http://ruslhysyam-motivasi.blogspot.com/p/hukum-bisnis-leasing.html. Diakses       pada 4 Maret 2013 pukul 17.15 WIB.

http://www.sylabus.web44.net/ blk2file/kuliah5.htm. Diakses pada 4 Maret 2013   pukul 17.12 WIB.












 


                [1]  Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 94.
                [2]  Ibid., 93.
                [3]  http://ruslhysyam-motivasi.blogspot.com/p/hukum-bisnis-leasing.html. Diakses pada 4 Maret 2013 pukul 17.15 WIB.
                [4]  Burhanuddin S, Aspek Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 185.
                [5]  http://afand.abatasa.com/post/detail/2656/leasing-sewa-guna-usaha--pengertian. Diakses pada 4 Maret 2013 pukul 17.10 WIB.
                [6]  Ibid., 186.
                [7]  Ibid., 187.
                [8]  Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003), 43.
                [9]  Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 116.
                [10]  http://ruslhysyam-motivasi.blogspot.com/p/hukum-bisnis-leasing.html. Diakses pada 4 Maret 2013 pukul 17.15 WIB.
                [11]  Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), 244.
                [12]  http://www.sylabus.web44.net/ blk2file/kuliah5.htm. Diakses pada 4 Maret 2013 pukul 17.12 WIB.
                [13]  KMK No. 1251/ KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.
                [14]  KMK No. 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing).
                [15]  Kasmir, Bank dan Lembaga, 246.

No comments:

Post a Comment