PENDAHULUAN
Lahirnya Keputusan Presiden (Keppres) No. 61 Tahun 1988,
merupakan hal yang sangat penting dalam bidang hukum ekonomi. Melaui Keppres
itulah perusahaan pembiayaan Indonesia mempunyai pijakan hukum.
Yang dimaksud dengan perusahaan pembiayaan adalah
perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam kegiatan pembiayaan disamping
perbankan dan lembaga keuangan bukan bank (LKBB), yang melakukan kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik
dana secara langsung dari masyarakat (Keppres 61/1988 pasal 1 ayat (2)).
Salah satu lembaga pembiayaan tersebut adalah leasing.
Dimana hal tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk mempermudah
memenuhi kebutuhan mereka. Kehadiran leasing di Indonesia secara formal
diperkenalkan pada tahun 1974, yakni dengan dikeluarkannya Surat Keputusan
Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan Republik
Indonesia Nomor KEP 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/Sk/1974 dan Nomor
30/kbp/1/1974 tentang Perizinan Usaha Leasing.[1]
Dalam
hukum Islam segala sesuatu harus mempunyai dasar hukum dan sandaran hukum yang
jelas dan kuat agar dapat diketahui bagaimana hukumnya jika diterapkan dalam
kehidupan guna memenuhi kemaslahatan. Oleh sebab itu pada bab ini akan
dijelaskan tentang leasing disertai bagaimana hukumnya dalam Islam.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian leasing?
2.
Apa dasar hukum leasing?
3.
Apa saja yang mejadi
landasan hukum leasing di Indonesia?
4.
Siapa pihak-pihak yang
terlibat dalam leasing?
5.
Bagaimana tahap mekanisme leasing?
6.
Apa tehnik dan jenis-jenis
perusahaan leasing?
7.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Leasing
Leasing berasal dari
bahasa Inggris, yaitu Lease yang berarti menyewakan.[2] Dalam bahasa Indonesia leasing
sering diistilahkan dengan sewa guna usaha.[3] Menurut Keppres No. 61
tahun 1988 tentang Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing
Company) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal
baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (operating lease) untuk
digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu
berdasarkan pembayaran secara angsuran.[4]
Pengertian
leasing menurut SKB Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan dan Industri Republik Indonesia No. KEP-
122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/KPB/I/1974 tanggal 7
Februari 1974 adalah: ”Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk
penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk
jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala
disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang
modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing
berdasarkan nilai sisa uang telah disepakati bersama”.[5]
Perjanjian sewa
guna usaha (leasing) dapat dijalankan dengan menggunakan prinsip-prinsip
syariah. Menurut keputusan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
Departemen Keuangan (Bapepam-LK) Nomor: PER-03/BL/2007 yang menyatakan:
“Sewa guna usaha (leasing)
adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara
sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha
tanpa hak opsi (operating lease) utnuk digunakan oleh penyewa guna usaha
(lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara
angsuran sesuai dengan Prinsip Syariah (pasal 1 angka 9).”[6]
Kegiatan
pembiayaan Sewa Guna Usaha (Leasing) berdasarkan prinsip syariah
dilakukan berdasarkan akad Ijarah dan Ijarah Muntahiyah bi at-Tamlik.[7]
a.
Ijarah dalam
pembiayaan Sewa Guna Usaha adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak
guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah),
antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan
penyewa (musta’jir) tanpa diikuti pengalihan kepemilikan barang itu
sendiri.
b.
Ijarah Muntahiyah bi at-Tamlik adalah akad
penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam
waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) antara Perusahaan
Pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir)
disertai opsi pemindahan hak milik atas barang yang disewa kepada penyewa
setelah selesai masa sewa.
B.
Dasar Hukum
Dalil al-Qur’an
Karena leasing didasarkan pada akad Ijarah maka dasar
hukum yang digunakan adalah Ijarah.
Dasar Hukum Ijarah yaitu QS.
al-Baqarah: 233 yaitu:
وَإِنْ
أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلادَكُمْ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا
سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ
اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dan jika kamu ingin anakmu
disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. [8]
QS. at-Thalaq ayat 6:
÷bÎ*sù
z`÷è|Êör& ö/ä3s9
£`èdqè?$t«sù £`èduqã_é&
( ÇÏÈ
“Jika
mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya.”
QS. al-Qashash ayat 26:
ôMs9$s%
$yJßg1y÷nÎ) ÏMt/r'¯»t
çnöÉfø«tGó$# (
cÎ) uöyz
Ç`tB |Nöyfø«tGó$#
Èqs)ø9$# ßûüÏBF{$#
Artinya: Salah seorang
dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang
bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil
untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".
Dalil al-Hadith
Diriwayatkan dari Ibnu
Abbas, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
اِحْتَجِمْ
وَاعْطِ الحُجَّامَ أُجْرَهُ
“Berbekamlah
kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu.” (HR. Bukhari
dan Muslim)[9]
C.
Landasan Hukum Leasing di
Indonesia
a.
Surat Keputusan Bersama
No. 122/MK/IV/2/1974 tanggal 7 februari 1974 tentang perijinan usaha leasing.
b.
Surat Keputusan Menteri
Keuangan No.Kep.649/MK/IV/5/1974 tanggal 6 mei 1974 tantang perijinan usaha
leasing.
c.
Surat Keputusan Menteri
Keuangan No.Kep.650/MK/IV/6/1974 tanggal 6 mei 1974 tentang penegasan ketentuan
pajak penjualan dan besarnya bea materai terhadap usaha leasing.
d.
Surat edaran
Dit.Jen.Moneter No.Peng.307/DJM/III.1/7/1974 tanggal 8 juli 1974 tentang:
1. Tata cara perizinan
2. Pembatasan usaha.
3. Pembukuan.
4. Tingkat suku bunga.
5. Perpajakan.
6. Pengawasan dan pembinaan.
e.
Surat Dit.Jen.Pajak No. D.
15.4/II/8/34-3/1976 tanggal 23 desember 1976 tentang ketentuan PPS dan PBDR.[10]
D.
Pihak Pihak yang Terlibat
dalam Leasing
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam Leasing sesuai dengan KMK No. 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah:
1.
Lessor, yaitu perusahaan leasing yang membiayai keinginan para nasabahnya
untuk memperoleh barang-barang modal.
2.
Lesse, yaitu nasabah yang mengajukan permohonan leasing kepada lessor
untuk memperoleh barang modal yang diinginkan.
3.
Supplier, yaitu pedagang yang menyediakan barang yang akan dileasing sesuai
perjanjian antara lessor dengan lessee dan dalam hal ini supplier
juga apat bertindak sebagai lessor.[11]
E.
Mekanisme Leasing
Keterangan :
1.
Lessee menghubungi supplier untuk pemilihan dan penentuan jenis barang,
spesifikasi, harga, jangka waktu pengiriman, jaminan purnajual atas barang yang
akan di-lease.
2.
Lessee melakukan negosiasi dengan lessor mengenai kebutuhan pembiayaan
barang modal.
3.
Lessor mengirimkan letter of offer atau commitment letter kepada lessee.
4.
Penandatanganan kontrak leasing.
5.
Pengiriman order beli kepada supplier.
6.
Pengiriman barang dan pengecekan barang oleh lessee sesuai pesanan.
7.
Penyerahan dokumen oleh supplier.
8.
Pembayaran oleh lessor kepada supplier.
9.
Pembayaran angsuran (lease payment) secara berkala oleh lessee
kepada lessor selama masa sewa guna usaha yang seluruhnya mencakup
pengembalian jumlah yang dibiayai serta bunganya.[12]
F.
Tehnik dan Jenis-Jenis Perusahaan Leasing
Kegiatan kegiatan yang dilakukan
antara satu perusahaan dengan perusahaan leasing lainnya dapat berbeda. Di
dalam KMK No. 1169/KMK.01/1991, kegiatan leasing dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu:
1.
Sewa guna usaha dengan hak
opsi (finance lease)
Menurut KMK No. 1251/ KMK.013/1988
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, Finance
Lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha, dimana Penyewa Guna Usaha pada akhir
masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan
nilai sisa yang disepakati bersama.[13]
Kegiatan sewa guna usaha
digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi apabila memenuhi semua
kriteria berikut :
a.
Jumlah pembayaran sewa
guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa
barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor;
b.
Masa sewa guna usaha
ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan
II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan;
c.
Perjanjian sewa guna usaha
memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
2.
Sewa guna usaha tanpa hak
opsi (operating lease)
KMK No. 1251/ KMK.013/1988
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, Operating
Lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha dimana Penyewa Guna Usaha tidak
mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha.
Kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai
sewa guna usaha tanpa hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut :
a. Jumlah
pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama tidak dapat
menutupi harga perolehan barang modal yang disewa guna usahakan ditambah
keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor;
b. Perjanjian sewa
guna usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.[14]
Jenis-jenis
perusahaan Leasing dalam menjalankan tugasnya dibagi menjadi tiga:[15]
1.
Independent
Leasing Company
Leasing
jenis ini berdiri sendiri dari pihak manapun. (contoh:bank)Bank dalam hal ini
dapat memberikan pembiayaan kepada Lessee, Lessor maupun kepada supplier
(vendor program).
2.
Captive Lessor
Yaitu
apabila supplier mendirikan perusahaan Leasing dengan tujuan meningkatkan
penjualan. Jenis ini sering disebut Two Party
Lessor, dimana pihak pertama adalah
perusahaan induk dan anak perusahaan leasing,
sedang pihak kedua adalah Lessee.
3.
Lessee Broker
(Packager)
Berfungsi
mempertemukan calon Lessee dengan pihak Lessor serta memberi jasa
lainnya yang dibutuhkan dalam suatu
transaksi leasing.
KESIMPULAN
1.
Pengertian Leasing menurut bahasa berarti menyewakan.
Sedangkan menurut istilah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease)
maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) utnuk digunakan
oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu.
2.
Dasar hukum leasing yaitu QS. al-Baqarah:
233, QS. at-Thalaq ayat 6, dan QS. al-Qashash: 26.
3.
Pihak-pihak yang terlibat
dalam Leasing yaitu Lessor, Lessee dan Supplier.
4.
Landasan Hukum Leasing di Indonesia adalah Surat Keputusan Bersama
No. 122/MK/IV/2/1974 tanggal 7 februari 1974 tentang perijinan usaha leasing,
Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep.649/MK/IV/5/1974 tanggal 6 mei 1974
tantang perijinan usaha leasing, Surat Keputusan Menteri Keuangan
No.Kep.650/MK/IV/6/1974 tanggal 6 mei 1974 tentang penegasan ketentuan pajak
penjualan dan besarnya bea materai terhadap usaha leasing, Surat edaran
Dit.Jen.Moneter No.Peng.307/DJM/III.1/7/1974 tanggal 8 juli 1974 tentang: Tata cara perizinan; Pembatasan usaha; Pembukuan; Tingkat suku bunga;
Perpajakan; Pengawasan dan pembinaan, dan Surat Dit.Jen.Pajak
No. D. 15.4/II/8/34-3/1976 tanggal 23 desember 1976 tentang ketentuan PPS dan
PBDR.
5.
Tahap mekanisme Leasing
yaitu Lessee menghubungi supplier untuk pemilihan dan penentuan jenis barang,
spesifikasi, harga, jangka waktu pengiriman, jaminan purnajual atas barang yang
akan di-lease; Lessee melakukan negosiasi dengan lessor
mengenai kebutuhan pembiayaan barang modal; Lessor mengirimkan letter
of offer atau commitment letter kepada lessee; Penandatanganan
kontrak leasing; Pengiriman order beli kepada supplier; Pengiriman
barang dan pengecekan barang oleh lessee sesuai pesanan; Penyerahan
dokumen oleh supplier; Pembayaran oleh lessor kepada supplier;
tahap terakhir yaitu Pembayaran angsuran (lease payment) secara berkala
oleh lessee kepada lessor selama masa sewa guna usaha yang
seluruhnya mencakup pengembalian jumlah yang dibiayai serta bunganya.
6.
Tehnik kegiatan leasing dibedakan menjadi dua yaitu dengan hak opsi
(finance lease) dan tanpa hak opsi (operating lease), sedangkan
untuk jenis-jenis perusahaan leasing dibagi menjadi tiga yaitu Independent Leasing Company, Captive Lessor, dan Lessee Broker (Packager).
DAFTAR PUSTAKA
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.
Kasmir. Bank
dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
KMK No.
1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing).
KMK No. 1251/ KMK.013/1988
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga
Pembiayaan .
Lubis,
Suhrawardi K. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafik, 2000.
S, Burhanuddin. Aspek
Hukum Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.
Zulkifli,
Sunarto. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta: Zikrul Hakim, 2003.
http://afand.abatasa.com/post/detail/2656/leasing-sewa-guna-usaha--pengertian. Diakses pada 4 Maret 2013 pukul 17.10 WIB.
http://ruslhysyam-motivasi.blogspot.com/p/hukum-bisnis-leasing.html. Diakses pada 4 Maret 2013 pukul 17.15 WIB.
http://www.sylabus.web44.net/
blk2file/kuliah5.htm. Diakses pada 4 Maret 2013 pukul 17.12 WIB.
[3] http://ruslhysyam-motivasi.blogspot.com/p/hukum-bisnis-leasing.html. Diakses pada 4 Maret 2013 pukul
17.15 WIB.
[5] http://afand.abatasa.com/post/detail/2656/leasing-sewa-guna-usaha--pengertian. Diakses pada
4 Maret 2013 pukul 17.10 WIB.
[10] http://ruslhysyam-motivasi.blogspot.com/p/hukum-bisnis-leasing.html. Diakses pada 4 Maret 2013 pukul
17.15 WIB.
No comments:
Post a Comment